Banyak orang sepakat bahwa kecantikan hakiki yang abadi adalah kecantikan dari dalam diri. Kecantikan ini sangatlah berharga karena sulit didapat. Ia merupakan balutan akhlak mulia yang tertanam kuat dalam jiwa. Akhlak itu sendiri menurut Imam Ghazali merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa yang mampu menimbulkan perbuatan dengan gampang dan mudah dan tanpa disertai dengan pemikiran maupun pertimbangan. Artinya akhlak itu menyatu dan menjadi jati diri seseorang.
img pexels.com
Inner beauty adalah lambang dari sikap dan karakter seorang perempuan yang baik, akhlak mulia, keluhuran, tindak tanduk, kesopanan dan kewibawaan yang terpancar melalui kepribadian yang mulia. Kecantikan yang terpancar dari dalam diri seorang perempuan sangat dipengaruhi oleh akhlak, dimana akhlak itu sendiri merupakan hal pokok sebagai sarana untuk menuju kebahagiaan dunia maupun akhirat. Bisa disimpulkan bahwa inner beauty adalah kecantikan abadi yang hakiki, yang sangat mahal harganya karena belum tentu setiap orang memilikinya.

Dalam bagian ini akan dibahas beberapa perbuatan maupun sikap yang termasuk akhlak terpuji, yang mampu memancarkan inner beauty dalam diri seorang wanita.

Taat Beragama

Manusia diciptakan dengan satu tujuan, yaitu dalam rangka menyembah kepada Allah Swt. semata. Namun dengan banyaknya tantangan dalam kehidupan duniawi, banyak sekali manusia yang lalai akan tujuan mereka diciptakan. Sangat beruntung seseorang jika ia mampu memegang teguh agamanya, apalagi di zaman yang serba duniawi dan kerusakan moral tersebar dimana-mana.
Kecantikan yang terpancar dari dalam diri seorang wanita sangat dipengaruhi oleh ketekunannya untuk beribadah kepada Allah Swt. karena untuk itulah dirinya diciptakan. Sungguh beruntung seorang wanita yang memiliki akhlak seperti itu. Bahkan Rasulullah Saw. sendiri merekomendasikan untuk memilih seorang istri berdasarkan keteguhan beragama sebagai tolak ukur kecantikan, mengalahkan standar kecantikan yang lain.

Rasulullah Saw. bersabda:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
"Perempuan itu dinikahi atas empat perkara; karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Jadi utamakanlah menikahi perempuan yang mempunyai dasar agama, maka kamu akan mendapatkan keuntungan." (HR. Muslim).

Memelihara Kehormatan

Bagi seorang wanita, menjaga kehormatan diri dan keluarga adalah suatu tanggung jawab yang sangat besar. Balasan yang akan ia dapatkan adalah surga dan segala kenikmatannya karena ia akan mendapatkan predikat wanita salihah. Kecantikan hakiki yang berasal dari diri seorang wanita salah satunya adalah menjaga kehormatan dirinya. Hal ini secara tegas disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ
“Wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)” (Qs. Al-Nisa’: 34).

Menjaga kehormatan memiliki lingkup yang sangat luas. Memelihara kehormatan dalam hal ini tidak hanya mengandung pengertian seorang perempuan menjaga diri dari godaan laki-laki lain. Lebih luas lagi yaitu berusaha untuk menjaga nama baik diri sendiri, keluarga, agama dan negara dari perbuatan-perbuatan yang dapat menyebabkan tercemarnya nama baik.

Rasulullah Saw. sendiri memasukkan seorang wanita yang menjaga kehormatannya sebagai seseorang yang layak mendapatkan kenikmatan memasuki surga melalui banyak pintu. Dalam sabdanya disebutkan:

"Wanita, apabila ia salat lima waktu, puasa sebulan Ramadan, memelihara kehormatannya serta taat pada suaminya, maka masuklah ia dari mana saja pintu surga yang ia kehendaki."(HR. Ahmad).
Dengan demikian, wanita yang menjaga kehormatannya adalah wanita cantik dunia akhirat dan layak menjadi wanita idaman para pria untuk menjadi pasangannya. Mereka layak menjadi ibu dan istri yang akan bertanggung jawab demi kemaslahatan rumah tangga dan masa depan keluarga. Mereka adalah sosok yang diisyaratkan oleh Rasulullah Saw. dalam sabdanya:

"Sebaik-baik wanita ialah wanita (istri) yang apabila engkau memandang kepadanya ia menyenangkan engkau, jika engkau memerintah diturutinya perintah engkau (taat) dan jika engkau bepergian dijaga harta engkau dan dirinya." (Al-Hadis).

Suka Menolong

Prinsip dasar dari agama Islam adalah mengajarkan penganutnya supaya kuat dalam hal tolong-menolong. Hal ini sudah menjadi fitrah manusia, bahwa mereka adalah makhluk sosial yang pasti membutuhkan pertolongan dari orang lain. Namun, dengan adanya sifat-sifat buruk yang melekat dalam diri seseorang, menjadikan tidak semua orang mau atau peduli untuk menolong sesama. Bahkan tak jarang manusia lebih suka untuk bermusuhan. Dengan demikianlah Allah menjadikan tolong menolong sebagai ladang ujian, dengan imbalan pahala yang banyak bagi orang yang mau melakukannya.

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (Qs. Al-Maidah: 2).

Allah pun juga akan menjamin hidup seorang hamba, senantiasa menolongnya ketika ia mau menolong orang lain.

وَ اللهُ فىِ عَوْنِ اْلعَبْدِ مَا كَانَ اْلعَبْدُ فىِ عَوْنِ أَخِيْهِ
 “Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya”. (HR Muslim).
Menolong dalam hal kebaikan memiliki arti yang amat luas. Bukan saja menolong itu berarti memberi bantuan ketika seseorang teraniaya, atau memberikan bantuan kepada seseorang di kala dilanda kesulitan. Lebih dari itu, menolong dalam kebaikan juga berarti mengajak seseorang untuk melakukan kebaikan dan mencegahnya melakukan kemungkaran. Dalam hadis Rasulullah Saw. menjelaskan:

انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا نَنْصُرُهُ مَظْلُومًا، فَكَيْفَ نَنْصُرُهُ ظَالِمًا قَالَ تَأْخُذُ فَوْقَ يَدَيْهِ.
 “Bantulah saudaramu, baik dalam keadaan sedang berbuat zalim atau sedang teraniaya. Para sahabat bertanya: ‘Wahai Rasulullah, kami akan menolong orang yang teraniaya. Bagaimana menolong orang yang sedang berbuat zalim?’ Beliau menjawab: ‘Dengan menghalanginya melakukan kezaliman. Itulah bentuk bantuanmu kepadanya’.” (HR. Bukhari).

Dalam persoalan ini, wanita yang memiliki sifat suka tolong menolong dan ringan tangan untuk membantu sesamanya adalah wanita idaman. Ia adalah sosok wanita yang menghiasi dirinya dengan sifat suka membantu kesulitan saudaranya. Dan menolong pun tidak harus melulu berupa materi, tetapi juga bisa berupa pikiran, tenaga, bahkan doa.

Manajemen Emosional

Majdi Sayyid mengatakan bahwa memang wanita dikenal sebagai manusia yang emosional dan sering kali tunduk pada perasaan emosinya. Dengan ketundukan pada sisi emosi yang kuat inilah mereka seringkali tidak tepat dalam memilih apa yang seharusnya menjadi pilihannya. Di sinilah barang kali hikmah adanya agama Islam yang mengatur tentang wajibnya wali bagi perempuan, yaitu seseorang yang bertanggungjawab besar terhadap urusan wanita dan membantunya dalam memilih pasangan hidup.

Meskipun demikian, bukan berarti selamanya wanita selalu terkungkung dalam sisi emosional yang kuat. Peradaban yang maju dan modern pada masa sekarang ini menjadikan perempuan mampu mengakses pendidikan sehingga sisi intelektual inilah yang mampu menjadi balance bagi perempuan. Di sinilah perempuan diuji untuk dapat memperbaiki diri untuk berperan penting bagi lingkungannya sekitarnya sebagaimana laki-laki.

Cantik dalam sisi emosional berarti seorang perempuan mampu me-manage emosionalnya sehingga ia tidak terkungkung dalam sisi emosional yang buta. Para ahli berpendapat bahwa sisi emosional ini sebenarnya adalah disebabkan akan adanya pola pengasuhan dan sosialisasi sejak dini. Dalam kata lain, perempuan sebenarnya bisa memiliki emosional layaknya laki-laki dengan adanya sistem pendidikan dan lingkungan sosial yang setara. Secara sederhana, emosional merupakan habitat yang dipengaruhi oleh lingkungan, bukan sesuatu yang 100% kodrat.

Dalam lingkungan hidup sehari-hari, seorang perempuan perlu untuk mampu memahami pentingnya mengelola emosional, seperti kemampuan komunikasi, berempati, motivasi, serta mengendalikan emosi. Hal ini penting sekali dalam membina rumah tangga dan membesarkan keluarga. Kedewasaan sangatlah penting dalam aspek keluarga, karena runtuhnya jalinan keluarga juga diakibatkan salah satunya adalah karena kurangnya manajemen emosional.

Memiliki kemampuan mengelola emosional berarti memiliki empati atau kesadaran yang tinggi terhadap lingkungan. Sikap ini sangat penting bagi keberlangsungan sebuah keluarga. Rasulullah Saw. mencontohkan bagaimana beliau memiliki empati yang tinggi terhadap keluarganya, Suatu hari Rasulullah saw mengatakan kepada Aisyah Ra., "Saya sangat mengenal, jika kamu sedang suka padaku maupun jika kamu sedang jengkel." Lalu Aisyah bertanya, "Bagaimana engkau dapat mengetahuinya?" Beliau menjawab, "Jika kamu sedang suka, maka kamu menyatakan (dalam sumpah) ‘Tidak, demi Rabb Muhammad’”, “Namun jika kamu sedang jengkel, menyatakan, ‘Tidak, demi Rabb Ibrahim’.” (HR. Muslim).

Bersyukur

Secara sederhana, bersyukur bisa dipahami dengan berterimakasih atas segala anugerah ataupun karunia Allah Swt. yang telah dilimpahkan kepada kita. Penjelasan lain menyebutkan bahwa bersyukur berarti memperlihatkan pengaruh nikmat Ilahi yang melekat dalam diri kita. Bersyukur dilakukan dengan lisan, yaitu pujian dan sanjungan, serta melalui anggota tubuh dengan melakukan amal saleh serta ketaatan.

Wanita yang pandai bersyukur merupakan wanita yang dianugerahi dengan kecantikan pribadi yang luhur. Dalam realitas sosial, mungkin banyak perempuan yang berposisi sebagai istri kurang pandai dalam bersyukur. Akhirnya ia bisa masuk dalam kesalahan, yaitu mengingkari kebaikan sang suami. Hal ini secara jelas disinggung oleh Rasulullah Saw. dalam sabda berikut:

أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ. قِيلَ أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ قَالَ يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ، وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
“Dan aku melihat neraka. Aku belum pernah sama sekali melihat pemandangan seperti hari ini. Dan aku lihat ternyata mayoritas penghuninya adalah para wanita.” Mereka bertanya, “Kenapa para wanita menjadi mayoritas penghuni neraka, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Disebabkan kekufuran mereka.” Ada yang bertanya kepada beliau, “Apakah para wanita itu kufur kepada Allah?” Beliau menjawab, “(Tidak, melainkan) mereka kufur kepada suami dan mengkufuri kebaikan (suami). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang istri kalian pada suatu waktu, kemudian suatu saat ia melihat darimu ada sesuatu (yang tidak berkenan di hatinya) niscaya ia akan berkata, ‘Aku sama sekali belum pernah melihat kebaikan darimu’.” (HR. Bukhari).

Dalam posisinya sebagai istri, maka sosok istri salihah adalah istri yang tidak terlalu menuntut secara berlebihan sehingga membuat suami melakukan beragam cara agar ia mendapatkan pendapatan yang lebih. Keadaan seperti ini bisa mendorong suami untuk melakukan kemaksiatan, yang akhirnya mendapatkan harta yang haram untuk keluarganya.

Istri yang baik adalah istri yang mampu mendorong suami untuk selalu mencari rezeki yang halal dan mensyukuri segala kerja keras yang telah diperbuat oleh suami. Ia lebih memilih untuk hidup dengan keterbatasan, tetapi tidak melanggar hukum Allah, daripada hidup bermewahan tetapi dengan harta yang tidak halal.

Wajah Ceria

Wajah senyum dan ceri adalah pancaran kebahagiaan muncul karena kedamaian dan ketenangan. Adalah Rasulullah Saw. yang dikenal dengan sosok lemah lembut, santun dan senantiasa menebar senyum di wajah beliau. Cucu Rasulullah, Husein Ra. Berkata:

”Aku bertanya kepada Ayahku tentang adab dan etika Rasulullah Saw. terhadap orang-orang yang bergaul dengan beliau. Ayahku menuturkan, ‘Beliau Saw. senantiasa tersenyum, berbudi pekerti lagi rendah hati, beliau bukanlah seorang yang kasar, tidak suka berteriak-teriak, bukan tukang cela, tidak suka mencela makanan yang tidak disukainya. Siapa saja mengharapkan pasti tidak akan kecewa dan siapa saja yang memenuhi undangannya pasti akan senantiasa puas.” (HR. Al-Tirmidzi).

Dalam hadis lain diceritakan bahwa penampilan Rasulullah Saw. di dalam lingkup keluarga adalah beliau senantiasa bercanda dan sering tersenyum. ‘Aisyah Ra. Menuturkan:
”Adalah Rasulullah Saw. ketika bersama istri-istrinya merupakan seorang suami yang paling luwes dan semulia-mulia manusia yang dipenuhi dengan gelak tawa dan senyum simpul.” (HR. Ibnu Asakir).

Dilihat dari aspek ajaran Rasulullah Saw., senyum memiliki banyak sisi positif, di antaranya adalah bernilai ibadah dengan sabda Rasulullah Saw.:

“Senyummu ketika berjumpa saudaramu adalah ibadah.” (HR. Al-Baihaqi).

Tersenyum juga termasuk cara untuk menghargai kebaikan, karena dengan kebaikan yang sedikit ini akan mendatangkan kebaikan yang lebih besar. Rasulullah Saw. bersabda:

”Janganlah kamu memandang rendah sedikitpun suatu kebajikan, walaupun sekedar kamu bertemu saudaramu dengan wajah berseri-seri”. (HR. Muslim).

Dalam aspek kesehatan pun senyum dan tertawa gembira memiliki faedah yang banyak, di antaranya adalah mampu mengurangi depresi atau stres, membantu meningkatkan sistem daya tahan tubuh, mengontrol tekanan darah, menjadi obat anti nyeri alami, dan menjadi obat awet muda. Dr. Robin Dunbar, psikolog dari Oxford University Inggris, dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa orang yang tertawa memiliki kemampuan menahan sakit lebih tinggi daripada orang yang tidak tertawa.

Sabar

Imam al-Ghazali mengatakan bahwa sabar adalah kesanggupan dalam mengendalikan diri ketika hawa nafsu bergejolak, atau kemampuan untuk memilih melakukan perintah agama tatkala datang desakan nafsu. Artinya, kalau nafsu menuntut kita untuk berbuat sesuatu, tetapi kita memilih kepada apa yang dikehendaki oleh Allah, maka itulah yang disebut kesabaran.

Sabar bukan berarti lemah, menerima apa adanya, menyerah pada keadaan atau menyerahkan semua permasalahan kepada Allah Swt. tanpa adanya ikhtiar. Sabar, lebih lanjut adalah usaha tanpa lelah atau gigih yang menggambarkan kekuatan jiwa pelakunya, sehingga mampu mengalahkan atau mengendalikan keinginan nafsu liarnya.

Lebih jauh lagi, sabar bukan berarti menekan keinginan secara keseluruhan sehingga sampai timbul penyakit kejiwaan. Sabar adalah tahan uji, sehingga seseorang terdorong jiwanya untuk mencapai cita-cita yang ia inginkan. Sabar bukan berart menyerah pada keadaan. Tetapi sebaliknya, sabar adalah upaya untuk tahan terhadap segala cobaan dalam rangka meraih kebaikan.

Ada tiga jenis kesabaran dalam Islam, yaitu sabar dalam melaksanakan ibadah, sabar dalam menahan cobaan, dan sabar dalam menghindari kemaksiatan. Contoh dalil kesabaran dalam melaksanakan ibadah adalah:
“Dan perintahkanlah keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah dalam memerintahkannya.” (Qs. Thaha: 132)
Dalam ayat di atas dapat disimpulkan bahwa sabar dalam beribadah adalah ketika seseorang senantiasa berusaha untuk melaksanakan salat sebagaimana yang diperintahkan.

Sabar merupakan sifat Rasulullah Saw. Bahkan sifat inilah yang membawa para Rasul menjadi rasul pilihan. Dalam al-Qur’an disebutkan:

“Maka bersabarlah kamu seperti kesabaran para rasul ulul azmi.” (Qs. Al-Ahqaf: 35).
Kesabaran merupakan salah satu sifat yang mampu membawa seseorang menuju kemuliaan surga. Sebaliknya, ketidak sabaran merupakan perkara yang dapat memasukkan seseorang ke dalam api neraka. Rasulullah Saw. dalam persoalan ini menuturkan:

"Kebanyakan wanita itu adalah isi Neraka dan kayu apinya." Sayidatina Aisyah bertanya, "Mengapa, wahai Rasulullah?" Jawab Rasulullah Saw: Karena kebanyakan perempuan itu tidak sabar dalam menghadapi kesusahan, kesakitan dan cobaan seperti kesakitan waktu melahirkan anak, mendidik anak-anak dan melayani suami serta melakukan kerja-kerja di rumah.” (Al-Hadis).

Contoh sosok perempuan yang sabar dalam al-Qur’an digambarkan oleh seorang siti Maryam. Sosok yang melegenda ini tidak pernah sekalipun dalam hidupnya mengizinkan seorang lelaki untuk menyentuhnya karena hal itu adalah larangan, kecuali ketika sudah menjadi suami. Dengan kesabaran atas perintah Allah inilah ia mendapatkan mukjizat berupa kehamilan yang tidak terjadi karena berhubungan badan. Tetapi mukjizat ini sekaligus menjadi ujian karena ini akan bermasalah bagi kaumnya. Tetapi Maryam tetap saja sabar menjaga anugerah Allah hingga lahirlah Isa, seseorang yang membawa kebaikan bagi dunia.

Post a Comment