Dulu di sekitar tahun 2011 silam aku pernah sowan kepada seorang kyai. Waktu itu saya ditanya, mau kemana, punya kegiatan apa? Saya jawab, "Mau les bahasa Inggris, buat menulis karya ilmiah dan kuliah."

"Harusnya ya nulis pakai Arab dong, wong kajiannya Islam." Kata kyai, saya jawab, "InsyaAllah masih memilih, yang belum mahir bahasa Inggris yai".

Saat itu memang bahasa Inggris saya semrawut, ndak bisa ngomong, masih mending sekarang hehe. Setelah sowan itu saya dengar dari teman kalau kyai ngerasani aku, katanya kok les mau nulis pakai bahasa Inggris.


Pikirku, lha apa salahnya to? Wong sekedar bahasa, nek memang yang menjadi tren sekarang adalah bahasa Inggris ya apa salahnya? Kalau memang belajar dan menggunakan bahasa Inggris salah kenapa kok ada kurikulum bahasa Inggris yang diajarkan di sekolah kyai itu. Kyai itu punya sekolah, ada kurikulum pelajaran bahasa Inggrisnya, tapi ndak simpati dengan bahasa Inggris, piye to.

Mungkin gara-gara rasan-rasan itu sya terpacu untuk les sehingga bisa lancar bhs inggris dalam waktu 20 hari. Sekarang pun aku berterimakasih pada guru2 bahasa Inggrisku dulu, karena bisa bekerja di bagian international seller meskipun dengan gaji pas-pasan. Yang paling mahal adalah bisa bertemu dengan orang-orang besar buat percontohan, karena bertemu dan belajar dengan orang-orang besar itu tak bisa dihargai dengan apapun. Kamu gak bisa pesan agar ketemu dengan orang besar dengan harga tertentu.

Dalam kesempatan lain saya dapat riwayat lemah kalau kyai pernah bilang, bahasa Inggris itu bahasanya wong londo. Entah itu guyonan atau lawakan, tapi masalahnya disni. Lah, wong londo kan pakai bohoso londo to pak yai. Mikir ini aku jadi pusing seperti mikir apa bahasa Indonesianya "kunduran trek".

Intinya santri ndak wajib belajar bahasa Inggris, belajar bhs inggris itu buat syarat lulus UN saja dan dapat ijazah. Hemm, aku jadi curiga kalau sudah ada kata yang penting lulus UN dan dapat ijazah. Ada indikasi main ijazah2 an nih.

Padahal kalau kita sedikit berangan-angan, sebenarnya bahasa itu sekedar alat, bukan hal lain. Bahasa Arab pun dipakai orang-orang kafir bukan? Masak Abu jahal dulu pakai bahasa Inggris?

Orang-orang persia sebelum menjadi muslim kan termasuk biangnya kekufuran bukan? Mereka dambaan kaum kafir quraisy, dimana umat islam memihak bangsa romawi karena orang romawi masih terhitung ahlu kitab.

Tapi pas persia terkonvert jadi muslim, apa jadinya? Bahasa persia termasuk bahasa ilmiah saat itu gaes. popularitasnya bisa mengalahkan bahasa Arab. Banyak sekali para ulama membuat kitab-kitab dengan bahasa persia. Misalnya saja Maulana Rumi punya Masnawi yang disebut-sebut sebagai Qurannya bahasa persia.

Mungkin kalau kyai itu hidup pada zaman dulu pasti bakalan menyalahkn Rumi, Hakim Jushami, dan beragam ulama lain yang menulis dengan bahasa persia. Haram bos, bahasanya penyembah berhala. Mungkin begitu kalimat rasan-rasannya.

Saya bertemu banyak sekali orang arab yang fasih dalam berbahasa Inggris. Mereka rata-rata berpikiran maju dan punya semangat perubahan. Dalam bidang bisnis misalnya bhs Inggris sangat mutlak. Untuk membuat invoice, surat kontrak, dll lebih lugas pakai bhasa Inggris.

Artinya apa? Kalau memang itu bahasa yang trending ya pelajarilah biar wawasan tambah banyak. Kalau bhs inggris menjadi syarat mutlak untuk meraih pendidikan lanjut, ya wajib pelajari lah, wong kalau belajar itu wajib maka mempelajari sarananya pun juga wajib bukan?

Post a Comment