ilmu komunikasi

Lahirnya Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik disingkat UU KIP yang diterapkan pada tahun 2010, dilatarbelakangi dari bergulirnya reformasi dalam negara dan adanya tuntutan tata kelola kepemerintahan yang baik (Good Governance) yang mensyaratkan adanya akuntabilitas, transparansi dan partisipasi masyarakat dalam setiap proses terjadinya kebijakan publik.

Selain itu didorong keinginan terwujudnya reformasi birokrasi (open government), masing-masing pemimpin harus memberikan pelayanan yang baik, karena selama ini sistem dan kultur birokrasi dibuat untuk lambat.

Tentang UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik

Undang-Undang No. 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik adalah salah satu produk hukum Indonesia yang dikeluarkan dalam tahun 2008 dan diundangkan pada tanggal 30 April 2008 dan mulai berlaku dua tahun setelah diundangkan. Undang-undang yang terdiri dari 64 pasal ini pada intinya memberikan kewajiban kepada setiap Badan Publik untuk membuka akses bagi setiap pemohon informasi publik untuk mendapatkan informasi publik, kecuali beberapa informasi tertentu.

Asas dan Tujuan UU KIP

Pasal 2 Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik memuat beberapa asas atau prinsip. Ada yang relevan dengan prinsip yang berlaku universal. Prinsip tersebut adalah:

  1. Pada dasarnya setiap informasi bersifat terbuka dan dapat diakses kecuali yang dibatasi oleh undang-undang (Maximum Access Limited Exemption). Asas ini diwujudkan melalui beberapa rumusan, antara lain: (i) Pemberlakuan pengecualian harus didasarkan pada asas kehati-hatian dengan menggunakan metode uji konsekuensi (consequential harm test) dan uji menimbang kepentingan publik yang paling besar (balancing publik interest test); (ii) Pemberlakuan status kerahasiaan terhadap informasi mempunyai batas waktu (tidak bersifat permanen); dan (iii) Ruang lingkup badan publik (penyedia akses informasi) tidak terbatas pada institusi negara (state institutions), tetapi juga institusi di luar negara yang mendapatkan serta menggunakan anggaran negara (terkait dengan aktualisasi prinsip akuntabilitas publik).
  2. Informasi bisa diperoleh dengan cepat, tepat waktu, murah, dan prosedur sederhana. Harus ada prosedur yang jelas tentang tata cara memperoleh informasi. UU KIP mengatur sebagian batas waktu yang dibutuhkan, tetapi belum mengatur soal biaya (Lihat pasal 21). Tepat waktu adalah pemenuhan atas informasi sesuai dengan batas waktu yang ditentukan. Cara sederhana adalah informasi yang diminta dapat diakses secara mudah dalam hal prosedur dan mudah dipahami. Biaya murah adalah pengenaan biaya secara proporsional sesuai dengan yang berlaku pada umumnya.
  3. Kerahasiaan informasi didasarkan pada aturan UU, kepatutan, kepentingan umum setelah melalui uji konsekuensi. Kepentingan yang lebih besar didahulukan.

Tujuan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik adalah:

  1. Menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan program pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik.
  2. Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan kebijakan publik.
  3. Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik. Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu transparan, efektif dan efisien, akuntabel, serta dapat dipertanggungjawabkan.
  4. Mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi kehidupan orang banyak.
  5. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
  6. Meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.

Ketentuan Umum

Di Bab I, Ketentuan Umum, Pasal 1 UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, disebutkan:

  1. Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik.
  2. Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan UndangUndang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.
  3. Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
  4. Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi.
  5. Sengketa Informasi Publik adalah sengketa yang terjadi antara badan publik dan pengguna informasi publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan menggunakan informasi berdasarkan perundangundangan.
  6. Mediasi adalah penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak melalui bantuan mediator komisi informasi.
  7. Ajudikasi adalah proses penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak yang diputus oleh komisi informasi.
  8. Pejabat Publik adalah orang yang ditunjuk dan diberi tugas untuk menduduki posisi atau jabatan tertentu pada badan publik.
  9. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di badan publik.
  10. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, badan hukum, atau badan publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
  11. Pengguna Informasi Publik adalah orang yang menggunakan informasi publik sebagaimana diatur dalam UndangUndang ini.
  12. Pemohon Informasi Publik adalah warga negara dan/atau badan hukum Indonesia yang mengajukan permintaan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Pengecualian

Informasi yang dikecualikan dalam Undang-undang ini antara lain adalah:

  • Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum;
  • Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat;
  • Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara;
  • Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;
  • Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional;
  • Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri;
  • Informasi Publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang;
  • Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi;
  • memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan;
  • informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang-Undang.
  • Komisi Informasi

Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi. 

Komisi Informasi terdiri dari Komisi Informasi Pusat, Komisi Informasi Provinsi, dan Komisi Informasi Kota/Daerah (jika diperlukan).

Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi

Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) adalah jenis pejabat baru yang dibentuk melalui UU ini disetiap badan publik. PPID adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di badan publik. PPID bertanggungjawab ke atasan dimasing-masing badan publik. 

Setiap badan publik harus menunjuk PPID masing-masing dan mengembangkan sistem layanan informasi yang cepat, mudah dan wajar. PPID harus membuat uji konsekuensi dengan seksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan sebuah informasi yang dikecualikan dapat diakses atau tidak. 

Tanggungjawab dan wewenang PPID lebih lengkapnya diatur melalui Peraturan Pemerintah no. 61 tahun 2010 dan Peraturan Komisi Informasi no. 1 tahun 2010

Sejarah Singkat Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik

Era keterbukaan yang mengiringi Reformasi 1998 semakin menimbulkan kesadaran akan terbukanya akses informasi dari berbagai kalangan. Secara khusus, keterbukaan akses menuju informasi publik diperlukan oleh mereka yang berkecimpung dalam bidang lingkungan, gerakan antikorupsi, hak asasi manusia, dan pers yang sering mengalami kesulitan dalam mengakses berbagai informasi dari lembaga pemerintah, dengan dalih rahasia negara. 

Meski demikian, keterbukaan informasi untuk publik telah tercantum dalam beberapa peraturan yang disahkan sebelum era reformasi, seperti:

  • Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup 

Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup (Pasal 5 Ayat 2). 

  • Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang Setiap orang berhak untuk mengetahui rencana tata ruang (Pasal 4, Ayat 2, Butir a).

Tiga isu besar yang mendorong lahirnya kesadaran atas kebutuhan informasi adalah upaya pemberantasan korupsi, penegakan hak asasi manusia, dan tata kelola pemerintah yang baik (good governance). 

Salah satu kasus riil yang memicu kesadaran itu adalah gugatan Wahana Lingkungan Hidup terhadap Inti Indorayon Utama dan lima instansi pemerintah berkaitan dengan hak publik atas informasi lingkungan hidup. 

Berangkat dari diskusi-diskusi kecil, beberapa aktivis lembaga swadaya masyarakat pada awal masa-masa reformasi membentuk Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kebebasan Memperoleh Informasi Publik. 

Gagasan akan kebebasan masyarakat untuk memperoleh informasi publik perlu dijamin karena merupakan bagian tidak terpisahkan dari penataan dan reformasi di berbagai sektor kehidupan, serta kebebasan mengakses informasi merupakan syarat bagi penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik menjadi dasar gagasan yang dituangkan dalam naskah RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP). 

Pada Program Pembangunan Nasional 2000 - 2005, pentingnya RUU KMIP mulai disinggung. Oleh karena Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sudah menyadari pentingnya keterbukaan informasi, Koalisi mulai mengkomunikasikan RUU KMIP secara resmi ke DPR pada Agustus 2000. Pada Maret 2002 DPR menyetujui RUU KMIP sebagai RUU usul inisiatif.  

Bersamaan dengan masuknya draf RUU versi DPR, Pemerintah membuat draf tandingan. Namun pembahasan draf usulan tersebut gagal dirampungkan karena Presiden Megawati Soekarnoputri tidak mengeluarkan Amanat Presiden (Ampres) yang menunjuk wakil Pemerintah untuk membahas RUU KMIP. 

Yang terjadi kemudian adalah masuknya RUU Rahasia Negara. Ampres pembahasan RUU KMIP baru keluar pada 19 Oktober 2005 pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. 

Sejak saat itu proses pembahasan terus bergulir. Beberapa substansi penting menjadi perdebatan antara Pemerintah dan DPR. Pro dan kontra pandangan di luar proses pembahasan juga mencuat

karena Koalisi terus memantau proses pembahasan. Perbedaan pandangan tidak hanya mengenai materi muatan, tetapi juga terhadap judul. Pemerintah tidak menyetujui kata “kebebasan” dipakai sebagai judul undang-undang. Setelah melalui kompromi, judul RUU berubah dari Kebebasan Memperoleh Informasi Publik menjadi Keterbukaan Informasi Publik (KIP). 

Salah satu materi muatan yang paling banyak menyedot waktu, tenaga, dan pemikiran adalah masuknya badan usaha milik negara (BUMN) atau milik daerah (BUMD) sebagai badan publik.

 Pemerintah tidak setuju sama sekali pada pandangan Koalisi. Akhirnya dicapai kompromi, definisi badan publik menjadi sangat luas. Selain BUMN/BUMD, partai politik dan organisasi-organisasi nonpemerintah pun termasuk badan publik. 

Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik ditandatangani Presiden dan diundangkan pada 30 April 2008, tetapi baru berlaku dua tahun kemudian. Berarti seluruh materi UU KIP mulai berlaku sejak 1 Mei 2010. Sebelum UU ini berlaku, Pemerintah sudah harus membentuk Komisi Informasi dan dua Peraturan Pemerintah, yaitu Peraturan Pemerintah tentang Pembayaran Ganti Rugi oleh Badan Publik, dan Peraturan Pemerintah tentang Jangka Waktu Pengecualian Informasi (Retensi). 

Selain itu, UU KIP juga harus memberikan kewenangan pada Komisi Informasi untuk membuat petunjuk teknis pelaksanaan UU KIP.


Post a Comment