Dari uraian di tulisan sebelumnya Makna Pesantren serta Filosofinya dapat ditarik kesimpulan bahwa pesantren itu punya dua orientasi, yaitu akal intelektual dan akhlak spiritual. Pesantren dalam berproses mentransfer ilmu pengetahuan akal intelektual, maka yang diasah adalah kemampuan akal dan berpikir. Mengasah kemampuan berpikir itu dilakukan dengan pendalaman ilmu pengetahuan baik ilmu agama seperti fiqih, ushul fiqih, tafsir, hadis, dsb., maupun ilmu non agama seperti ilmu yang diajarkan disekolah formal atau materi keahlian lain yang digeluti di pesantren seperti pertanian, peternakan, dan lain-lain. Sarana untuk mempelajarinya adalah di kelas, forum pengajian maupun praktek dalam kehidupan sehari-hari.
Orientasi kedua adalah, pesantren memiliki tujuan membentuk akhlak spiritual. Akhlak spiritual ini ditempa di pesantren dalam praktek kegiatan sehari-hari. Media pembelajarannya adalah dengan bermu’asyarah (berinteraksi) dengan kyai, bagaimana cara untuk menghormati kyai, menghormati ustadz, teman, dan sikap tawadhu’ lainnya.
Pesantren merupakan media pembelajaran tentang bagaimana bersikap jujur, solidaritas, tekun beribadah, dan rasa memiliki terhadap pesantren. Di pesantren, pribadi santri diuji untuk pantang menyerah dan menjadi mandiri karena jauh dari orang tua yang biasanya mengurusi kebutuhan mereka setiap hari saat sebelum nyantri.
Berbeda dengan sekolah formal yang pada umumnya lebih banyak berorientasi pada proses mengasah akal intelektual saja. Standar untuk mengukur keberhasilan anak didik lebih mengarah pada nilai ujian yang tinggi dalam menguasai mata pelajaran.
Kesadaran inilah yang penulis maksudkan sebagai kunci sukses di pesantren, yaitu kesadaran untuk sukses pada orientasi akal intelektual dan akhlak spiritual. Seorang santri yang hanya memiliki tujuan untuk berhasil dalam aspek akal intelektual saja tidak akan berhasil secara sempurna.
Begitu pula santri yang hanya ingin mencapai memiliki akhlak spiritual yang baik juga tidak sempurna karena akhlak yang baik tanpa dilandasi ilmu yang kokoh juga mudah goyah. Kesadaran akan pentingnya menggabungkan kepandaian akal intelektual dan kepandaian dalam akhlak spiritual inilah yang harus dipegang jika ingin sukses di pesantren.
Keduanya harus digapai secara seimbang dan saling melengkapi. Tidak cukup seorang santri disebut sukses kalau hanya pandai akalnya tetapi kurang akhlaknya. Begitu juga sebaliknya, bagus akhlaknya tetapi kurang pandai pun bisa dikatakan kurang baik.
Yang terbaik adalah menggabungkan keduanya. Maka dalam bab selanjutnya akan diuraikan tentang sukses intelektual dan sukses akhlak.
Orientasi kedua adalah, pesantren memiliki tujuan membentuk akhlak spiritual. Akhlak spiritual ini ditempa di pesantren dalam praktek kegiatan sehari-hari. Media pembelajarannya adalah dengan bermu’asyarah (berinteraksi) dengan kyai, bagaimana cara untuk menghormati kyai, menghormati ustadz, teman, dan sikap tawadhu’ lainnya.
Pesantren merupakan media pembelajaran tentang bagaimana bersikap jujur, solidaritas, tekun beribadah, dan rasa memiliki terhadap pesantren. Di pesantren, pribadi santri diuji untuk pantang menyerah dan menjadi mandiri karena jauh dari orang tua yang biasanya mengurusi kebutuhan mereka setiap hari saat sebelum nyantri.
Berbeda dengan sekolah formal yang pada umumnya lebih banyak berorientasi pada proses mengasah akal intelektual saja. Standar untuk mengukur keberhasilan anak didik lebih mengarah pada nilai ujian yang tinggi dalam menguasai mata pelajaran.
Kesadaran inilah yang penulis maksudkan sebagai kunci sukses di pesantren, yaitu kesadaran untuk sukses pada orientasi akal intelektual dan akhlak spiritual. Seorang santri yang hanya memiliki tujuan untuk berhasil dalam aspek akal intelektual saja tidak akan berhasil secara sempurna.
Begitu pula santri yang hanya ingin mencapai memiliki akhlak spiritual yang baik juga tidak sempurna karena akhlak yang baik tanpa dilandasi ilmu yang kokoh juga mudah goyah. Kesadaran akan pentingnya menggabungkan kepandaian akal intelektual dan kepandaian dalam akhlak spiritual inilah yang harus dipegang jika ingin sukses di pesantren.
Keduanya harus digapai secara seimbang dan saling melengkapi. Tidak cukup seorang santri disebut sukses kalau hanya pandai akalnya tetapi kurang akhlaknya. Begitu juga sebaliknya, bagus akhlaknya tetapi kurang pandai pun bisa dikatakan kurang baik.
Yang terbaik adalah menggabungkan keduanya. Maka dalam bab selanjutnya akan diuraikan tentang sukses intelektual dan sukses akhlak.
“Langkah awal untuk meraih sukses dalam pekerjaan adalah dengan menyukai pekerjaan itu” Sir William Osler
Post a Comment